Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Kabar Terbaru

latest

Forum Warga

Mendefinisikan Forum Warga Apa sebenarnya Forum Warga (FW) itu? Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai pengertian atau definisi m...

Mendefinisikan Forum Warga
Apa sebenarnya Forum Warga (FW) itu? Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai pengertian atau definisi mengenai FW. Hal ini dikarenakan FW bukanlah barang atau benda mati yang kemudian diberi nama. FW merupakan suatu proses yang terus menerus bergerak atau dinamis.
Kedinamisan FW membuat pengertiannya dikenali melalui ciri-ciri umumnya. Beberapa ciri tersebut diantaranya adalah FW merupakan sekumpulan representasi warga yang memajukan klaim kelompoknya secara teritorial; baik berbasis Kota/Kabupaten; Kecamatan; dan Desa atau Kelurahan.
FW terdiri dari perwakilan yang heterogen; tidak menganut secara afiliatif atas ideologi, asas politik, atau kelompok aliran tertentu sebagai nilai kolektif. FW akan selalu menempatkan kepentingan umum atau kepentingan bersama sebagai orientasi gerakan. Saat berkumpul, FW akan membahas dan atau mempedulikan masalah-masalah kemasyarakat secara luas, baik secara general maupun tematik sebagai fokus kepedulian.
Sebagai kelompok masyarakat, FW bersifat inklusif; terbuka dan tidak berorientasi sektoral; dan menyatakan diri secara terbuka untuk mengembangkan segala bentuk mekanisme menyampaikan pendapat dan aspirasi secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
FW, kalau bisa disebut sebagai lembaga bukanlah lembaga formal bentukan pemerintah, tetapi harus murni inisiatif dari masyarakat. Meski bukan bentukan pemerintah, namun FW harus mengembangkan hubungan kemitraan-kritis dengan pemerintah. Dengan posisi seperti itu, FW tidak berada dalam posisi diametral atau berhadap-hadapan dengan pemerintah. Namun, FW harus mengambil selalu melakukan kontrol terhadap pemerintah terutama berkaitan dengan kewajibannya memenuhi hak dasar. Kontrol tersebut dilakukan dengan cara menjalankan peran-peran partisipasi sebagai warga yang sadar hak-haknya.
Dari ciri-ciri tersebut, FW memiliki beberapa model “kelembagaan” dalam mengoperasionalkan diri untuk mewujudkan tujuannya. Model yang berlaku selama ini “lembaga” FW selalu berasaskan kerelawanan dan bersifat kolegial partisipatif. “Lembaga” FW dapat bersifat permanen tetapi juga dapat pula yang bersifat ad hoc. FW merupakan pencitraan seluas-luasnya dari representasi lapisan masyarakatnya. FW hanya akan diakui sebagai FW apabila mendapatkan legitimasi faktual secara luas artinya dipercaya masyarakatnya. Legitimasi yang diperoleh bukan semata legitimasi formal misalnya terdaftar di akta notaris atau dari pemerintah. Sudahkah FW yang ada di sekitar kita seperti itu?


Peluang dan Kelebihan Forum Warga
Selain memiliki mandat ideologis, legal dan operasional, FW memiliki berbagai peluang dalam rangka mencapai tujuannya. Yang dimaksud dengan peluang adalah situasi yang baik sengaja maupun tidak sengaja tercipta (diciptakan) oleh pihak eksternal. Dikatakan tidak sengaja, karena pihak ekternal tersebut membuat suatu kebijakan bukan secara khusus untuk FW namun pada kenyataannya memberikan celah bagi FW.
Misalnya adalah Surat Edaran Bersama mengenai mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). SEB ini memberikan ruang yang memadai bagi warga untuk aktif terlibat dalam perencanaan. Oleh karena itu, kebutuhan untuk merepresentasikan diri secara bertanggung jawab dan beridentitas menjadi kebutuhan yang penting.
Saat ini, ada semacam trend yang dilakukan oleh pejabat public, terutama kepala daerah yang dipilih langsung, untuk mengambil sikap atau setidaknya menyatakan untuk transparan atau terbuka dalam menjalankan kekuasaan. Meski di beberapa tempat, transparasi dan keterbukaan masih sebatas retorika, namun hal ini memberikan kesempatan bagi warga untuk merepresentasikan diri dan mengembangkan aspirasinya. FW mendapatkan keleluasaan yang lebih dan tentu saja harus dilakukan secara bertanggung jawab melalui mekanisme yang legitimate.
Di luar peluang yang berasal dari eksternal, peluang itu juga didapat dari internal FW itu sendiri. FW kini telah menjadi media penyaluran aspirasi yang genuine dari kelompok warga masyarakat. FW memiliki kepercayaan dan legitmasi dari masyarakat basis dibandingkan dengan organisasi yang secara formal memiliki kewajiban untuk membawa aspirasi warga. Apalagi, ruang-ruang gerak FW yang dijamin oleh peraturan perundangan.
FW sebagai lembaga independen memiliki peluang untuk mengeksplorasi ide-ide mengenai kewargaan secara luas. Kepedulian yang tinggi terhadap masalah – masalah aktual yang dihadapi masyarakatnya merupakan salah satu “kelebihan” apalagi ditunjang dengan kemampuan untuk mengembangkan kerangka berpikir kritis terhadap situasi yang dihadapi.
Pengidetifkasian peluang dan juga kelebihan FW akan semakin panjang bila dihubungkan dengan hakekat FW yang sudah sewajarnya untuk mampu mengembangkan konsensus sosial secara efektif. Apalagi, FW sesungguhnya memiliki jaringan yang luas dalam rangka mengembangkan dukungan, baik teknis, informatika, maupun dukungan strategis dari pelbagai jaringan gerakan masyarakat sipil di tanah air. (***)


Kelemahan dan Ancaman FW
Ada sejumlah kelemahan yang dihadapi Forum Warga. Kelemahan yang paling laten adalah berkaitan dengan sumberdaya finansial. Keterbatasan sumber daya ini sangat mempengaruhi keberlanjutan FW ke depannya. Apalagi, manajemen FW juga masih lemah terutama FW yang berada dalam dalam lingkungan dengan konflik yang tinggi. Tentu saja kelemahan manajemen ini mempengaruhi efektifitas FW dalam mencapai tujuannya.
Selain itu, FW juga masih memiliki pengetahuan yang terbatas berkaitan dengan kaidah perencanaan. Ketrampilan dalam mengangregasikan persoalan yang dimiliki FW juga masih lemah. Selain FW juga belum memiliki kekuatan untuk mengembangkan komunikasi yang setara dengan pemerintah.
Hal itu masih ditambah dengan belum adanya jaminan legalitas dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan mekanisme komunmikasi partisipasi warga. Memang ruang gerak FW sudah dijamin oleh peraturan perundang-undangan, namun untuk mekanisme komunikasi yang partisipatif sampai kini belum ada.
Hal itu dikarenakan masing sangat kuatnya mekanisme legal formal di tingkat local. Misalnya saja kalau kita memeriksa penjelasan UU No 10 Tahun 2004 mengenai Tata Cara Penyusunan Peraturan Perundangan, disebutkan bahwa hak masyarakat untuk berpartisipasi diatur sesuai dengan Tata Tertib Dewan. Dalam beberapa kasus, ternyata Tata Tertib Dewan justru mengeliminir partisipasi tersebut.
Sekalipun FW memiliki jaringan yang sangat luas, namun pengelolaan sistem jaringan sebagai pertukaran informasi dan pertukaran pengetahuan serta pengalaman belum terkelola. Boleh jadi, pada masyarakat kita belum memiliki budaya tulis dan mendokumentasikan pengalamannya sehingga mempengaruhi proses pertukarang yang terjadi.
Di samping berbagai kelemahan di atas, FW juga menghadapi sejumlah ancaman. Salah satu di antaranya adalah intervensi dari kelompok “mapan” yang tidak menghendaki adanya konsolidasi kekuatan masyarakat sipil. Di internal kelompok masyarakat sipil juga masih terjadi sikap resisten. Tidak jarang kalangan masyarakat politik yang belum mampu melihat aktivitas FW sebagai media pelengkap untuk memudahkan untuk memahami persoalan dan aspirasi masyarakatnya.
Pemerintah juga masih belum dapat mengakomodasi segala sesuatu yang dihasilkan masyarakat (FW) dari proses musyawarah yang telah dilakukan. Hal itu tentu akan berdampak pada kebosanan atau kefrustasian aktivis FW. Apalagi, pemerintah pusat cenderung gemar melakukan perubahan-perubahan peraturan yang secara langsung maupun tidak langsung mempersempit ruang-ruang publik yang sebelumnya dimiliki FW.
“Daya tahan” lembaga pendamping untuk terus mengawal FW juga merupakan ancaman terhadap eksistensi FW. Bukan rahasia lagi, lembaga pendamping masih sangat tergantung pada proyek yang ada dalam melakukan pendampingan terhadap FW. Jika proyek habis, FW kerap ditinggal begitu saja oleh lembaga pendamping.
Peran Peran Strategis FW
Ada sejumlah peran yang bisa dilakukan Forum Warga seperti peran kontrol atau pengawasan, dan juga peran perencanaan. FW, bagi lembaga pemerintah yang memiliki tugas untuk melakukan pengawasan, sebenarnya dapat “memanfaatkan” FW untuk mengawasi perilaku aparaturnya dengan pengawasan yang berbasis masyarakat.
Di samping itu, FW juga dapat turut serta dalam proses-proses penegakan hukum secara proporsional dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan kepentingan publik. Keterlibatan W dalam proses penegakkan hukum bukan berarti FW melakukan tugas polisional melainkan membantu aparat penegakkan hukum, seperti melaporkan terjadinya penyimpangan pelayanan public dan semacamnya.
Sementara dalam menjalankan peran perencanaan, FW dapat melakukan dengan menggelar musyawarah tematik untuk merumuskan kebijakan; atau juga aktif memanfaatkan proses Musrenbang di semua tingkatan. FW dapat secara aktif untuk meminta kesempatan publik hearing dan konsultasi publik baik degan legislatif maupun eksekutif. FW seharusnya juga dapat berperan untuk mengembangkan model-model intervensi yang secara langsung menjawab persoalan masyarakat miskin.
Tentu saja, peran-peran strategis tersebut hanya dapat dilakukan apabila FW aktif untuk mengembangkan komunikasi politik dengan pelbagai penentu kebijakan. Dengan demikian, sebenarnya FW juga secara langsung telah ikut mengembangkan media pendidikan melalui pelbagai peluang yang tersedia.
Sumber : Materi Pelatihan Forum Warga oleh Putut Gunawan