TAHUN 2011, Kalimantan Barat mendapatkan kucuran dana sebesar Rp18 miliar dari pemerintah pusat untuk pengadaan 1.005 ekor sapi. Menurut Kep...
Dalam rangka mendukung PSDS, tambah Manaf, DPKH sudah merancang sejumlah program. Selain program penambahan bibit, DPKH pun akan meluncurkan program pengembangan pusat pembibitan rakyat melalui pola village breeding center (VDC). VDC direncanakan akan digiatkan di tiga daerah yaitu Sanggau Ledo, Seponti dan Bintang Mas. “Kita juga akan aktifkan kawin suntik, kawin alam, mencegah pemotongan betina produktif dan menangani penyakit reproduksi ternak,” tambahnya. Di samping itu, upaya pemanfaatan limbah untuk pakan ternak pun akan terus digencarkan. Hanya saja, dalam upaya mengembangkan sektor peternakan ini, pihaknya masih terbentur pada masalah tenaga atau sumber daya manusia.
Sampai sekarang, Kalbar sangat kekurangan tenaga dokter hewan, sarjana peternakan dan tenaga paramedis peternakan. Untuk mencukupi tenaga-tenaga tersebut, Manaf berharap, dalam rekrutmen CPNS ke depan, formasi-formasi tenaga peternakan dapat diadakan. Mengenai PSDS ini, dia lalu menjelaskan bahwa program ini dilatarbelakangi oleh peningkatan permintaan daging sapi baik dari sisi kualitas maupun kuantitas secara nasional. Peningkatan tersebut sebagai akibat dari pertambahan penduduk, kesejahteraan dan pendidikan masyarakat.
Untuk mencukupi kebutuhan, produksi sapi lokal jadi terkuras sementara apabila mendatangkan dari luar negeri, otomatis devisa negara juga akan terkuras. Di Kalbar sendiri, kebutuhan sapi potong mencapai sekitar 41 ribu ekor per tahun. Sebanyak 28 persen dari sapi-sapi tersebut masih didatangkan dari luar pulau.
Anggota Komisi B DPRD Kalbar, Awang Sofian Rozali menyampaikan apresiasi yang tinggi atas kinerja DPKH. Meskipun belum didukung dengan SDM yang memadai, instansi ini dinilai sudah berupaya secara optimal. “Kita salut juga upaya dinas peternakan walaupun SDM sangat terbatas. Kabupaten/kota kita banyak yang tidak punya dokter hewan. Itu tadi yang juga menjadi pokok bahasan kita,” ujarnya.Seharusnya, kata Awang, Badan Kepegawaian Daerah dan Bappeda dapat berperan dalam mengatasi persoalan SDM ini dengan membuat rancangan yang lebih komprehensif. Untuk itu, Komisi B akan membicarakannya lebih lanjut dengan Bappeda. “Kita lihat ada banyak distorsi dalam RPJM. Program apa yang mau dibuat, sektor mana yang mau dipertajam, tetapi tidak diback-up dengan SDM dan anggaran yang memadai. Mestinya bisa sesuai,” tambahnya.