Page Nav

HIDE

Gradient Skin

Gradient_Skin

Kabar Terbaru

latest

Wacana Untuk RTRW Kabupaten Kubu Raya

Dalam rangka merumuskan wacana dalam mengatasi deforestasi dan degradasi lahan teregulasi ditingkat Kabupaten Kubu Raya, JARI Indonesia Bo...

Dalam rangka merumuskan wacana dalam mengatasi deforestasi dan degradasi lahan teregulasi ditingkat Kabupaten Kubu Raya, JARI Indonesia Borneo Barat mengadakan mini FGD yang dilaksanakan pada tanggal 1 Nopember 2013 bertempat di Sekretariat JARI Indonesia Borneo Barat pada pukul 15.30 sampai 17.30 WIB. Kegiatan mini FGD tersebut melibatkan bebererapa orang ahli pemetaan dan isu terkait dengan RTRW, baik RTRW Provinsi Kalimantan Barat maupun RTRW Kabupaten Kubu Raya. Kegiatan mini FGD difasilitasi oleh Hasmi, dalam hal ini sebagai PO Advokasi Kebijakan JARI Indonesia Borneo Barat. 

Menurut Hasmi, upaya mengatasi deforestasi dan degradasi lahan teregulasi ditingkat Kabupaten Kubu Raya memerlukan legal analisis terhadap raperda RTRW Kabupaten Kubu Raya. Pertimbangan untuk melakukan legal analisis dengan memastikan diakomodirnya wacana deforestasi dan degradasi lahan pun merupakan rekomendasi dari hasil Semiloka RTRW Kabupaten Kubu Raya yang telah dilaksanakan oleh JARI Indonesia Borneo Barat pada tanggal 21 Oktober 2013. Dari mini FGD yang sudah dilaksanakan, ada beberapa poin yang dapat dirumuskan dan segera ditindak lanjuti pada rangkaian kegiatan berikutnya.

Ada beberapa masalah yang muncul dan akan direkomendasikan pada raperda RTRW KKR, antara lain, yaitu pertama, tidak tegasnya pengistilahan lindung pada raperda terhadap kawasan hutan lindung. Kedua, perubahan status kawasan (SK Menteri Kehutanan No. 259/2009 dan RTRWP Kalimantan Barat). Ketiga, belum teridentifikasinya desa-desa yang berpotensi bermasalah akibat berubahnya status kawasan. Ke empat, pemulihan kawasan pada beberapa titik (seperti Gunung Ambawang yang dibicarakan pada workshop 21 Oktober lalu), dan yang Kelima adalah tidak tegasnya pernyataan terhadap perlindungan wilayah berhutan dan Ke enam, Minimnya konsideran yang digunakan pada raperda” ungkapnya.

Masih menurut Hasmi, untuk mempermudah proses analisa, maka beberapa instrumen yang digunakan adalah peta pola ruang versi SK Menteri Kehutanan No. 259/2009, RTRWP Kalimantan Barat, dan Rancangan Peraturan Daerah RTRW KKR serta Peraturan perundangan yang harus digunakan sebagai konsideran raperda.

Untuk lebih memperkuat analisa legal analisis terhadap RTRW Kabupaten Kubu Raya, masih ada beberapa permasalahan yang secara teknis muncul dan berpotensi menghambat jalannya strategi yang dirumuskan. Pertama, belum diperolehnya file (soft copy) lampiran raperda RTRW, sedangkan hardcopy yang tersedia bermasalah pada samanya warna dalam legenda untuk tiga kawasan. Kemungkinan file (softcopy) tersebut baru dapat diperoleh setelah tanggal 11 November, mengingat hingga saat mini FGD dilakukan, proses asistensi dari departemen kehutanan terhadap raperda masih berlangsung. Hal ini mempersulit proses pemetaan dan analisa pola ruang. Meskipun dapat disiasati dengan merujuk pada pembagian kawasan versi SK Menhut No. 259/2009 dan Perda RTRWP Kalbar. Kejelasan status dari pihak-pihak yang dilibatkan dalam mengusung isu. Hal ini menjadi penting mengingat kontribusi nyata dari pihak-pihak yang dilibatkan dalam melakukan legal analisis raperda RTRW” ungkapnya.

Hasmi menambahkan, ada beberapa rangkaian kegiatan yang akan dilakukan selanjutnya setelah beberapa poin didapat. Poin-poin itu mungkin akan didapat dalam beberapa hari kemudian setelah dianalisa oleh beberapa para ahli.

Telah dirumuskan beberapa langkah untuk segera ditindaklanjuti dalam melakukan legal analisis raperda, yaitu pemetaan dan analisa pola ruang meliputi pemetaan luas wilayah pola ruang dari tiga versi yang tersedia (SK Menteri Kehutanan No. 259/2009, RTRWP Kalimantan Barat, dan Rancangan Peraturan Daerah RTRW KKR). Identifikasi perubahan status kawasan yang direkomendasikan oleh RTRWP Kalimantan Barat dan Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi berubahnya status kawasan. Setelah itu akan ada dentifikasi desa yang berpotensi mengalami permasalahan jika raperda RTRW KKR versi pemda KKR diterbitkan. Proses identifikasi baru dapat dilakukan menunggu hasil pemetaan dan analisa pola ruang” ungkapnya.