Sejumlah masyarakat Desa Serawai Ambalau Kabupaten Sintang, mendatangi kanwil Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Barat untuk membahas ...
Sejumlah masyarakat Desa Serawai
Ambalau Kabupaten Sintang, mendatangi kanwil Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan
Barat untuk membahas keberadaan PT Sinar Sawit Andalan dan PT Sumber Hasil
Prima yang dianggap merampas lahan mareka, Kamis (14/3).
Kedatangan masyarakat itu
menuntut kedua perusahaan tersebut menghentikan operasinya. Mareka yang datang
di Kantor Menkum dan HAM tersebut diantaranya Ikatan Dayak Uud Danum Sintang,
Penguyuban Dayak Uud Danum Pontianak, Serta Forum Masyarakat Korban Investasi
(FAMKI) Kabupaten Sintang.
Menurut dosen Universitas Kapuas,
Sofian, S.Sos, M.Si, kedua perusahaan merampas lahan dengan cara membodohi
masyarakat. “Tuntutan kami adalah hentikan pembukaan lahan karena melanggar
hukum, melanggar hak ulayat. Tiadak pernah melakukan sosialisasi yang benar,”katanya.
Dijelaskan Sofian, sebelum
dihentikan operasi pembukaan lahan oleh kedua perusahaan tersebut, pihaknya
akan terus melakukan perlawanan. Tambahnya lagi, sejak mengajukan izin tahun
2008 lalu, baru tahun 2010 ini kedua perusahaan tersebut beroperasi, dan tahun
2010 juga pihak BPN menghentikan pengukuran lahan.
Selama kedua perusahaan tersebut
beroperasi lanjut pengurus FAMKI, sudah banyak warga Serawai Ambalau yang masuk
penjara hanya gara-gara mempertahankan tanah mareka.
Tidak terhitung yang masuk penjara
karena dituduh mencuri tandan sawit milik perusahaan tersebut. “Tahun 2011
saja, sebanyak 60 orang masuk sel mempertahankan tanahnya dan banyak lagi yang
tidak terhitung masuk sel dengan tuduhan mencuri kelapa sawit,”aku dia.
Dalam hal keamanan, kata Sofian,
pihak kepolisian saat ini sudah mulai paham dan mulai netral terhadap kasus
yang terjadi akibat masyarakat mempertahankan hak mareka. “Dahulu, sejak mulai
mengajukan izin dan beroperasi, pihak kepolisian selalu turut campur
mengintimidasi masyarakat secara tidak langsung. Namun sekarang, mareka mulai
netral. Untuk aparat TNI, memang saat ini masih belum ada yag terlihat
terlibat,”paparnya. Keberadaan PT Sinar Sawit Andalan dan PT Sumber Hasil
Prima, menempati lahan seluas 41.000 hektar HPL di luar hutan lindung.
Untuk Serawai ada 13 ribu hektar,
dan Ambalau ada 11 ribu hektar. Dosen UNKA ini juag sedikit menyesalkan, bahwa
pihak Depkum HAM tidak memperbolahkan wartawan meliput pertemuan tersebut baik
dengan Pemkab Kabupaten, Pemprov maupun dengan Depkum HAM Pusat.
“Seharusnya maslah ini tidak
perlu disembunyikan dengan penolakan wartawan untuk datang meliput, sesal dia.
Sumber : Media Lokal, Pontianak Post : Minggu 17 Maret 2013